Rabu, 28 September 2011

Ria Melati

oleh : kang Imam Al-jabluk  

Hari ini entah mengapa namamu bertasbih di nurani
Meninggalkan bayang raut dari paras tatapmu yang bertubi
Berarak tanya terbesit di hati
Akankah engkau memendam sebuah rasa simpati?

            Apakah dia mengetahui perasaan yang ku peram?
            Yang selalu ku baca di setiap kelam
            Meronta asa yang tak pernah padam
            Bagai awak yang takut kapal nya karam

Wahai isteri yang ku sanjung
Berilah aku bunga walau setangkai tanjung
Tanda ada seberkas harapan yang selama ini menggantung
Membuka ikatan sarit yang merantai di relung

            Sebut saja dinda itu Ria Melati
            Yang hampir selalu ku puja bak seorang dewi
            Untukmu setiap hari tercipta sebongkah puisi
            Karena ku tahu mencintaimu adalah sebuah seni

Melati di Seberang Telaga Biru

oleh : kang Imam Al-jabluk

Terlalu tinggi gunung ku daki
Terlalu luas samudera ku sebrangi
Terlalu jauh pelabuhan ku renangi
Terlalu singkat waktu ku lalui
Disaat ini ku hanya ingin sendiri
Tanpa memikirkan belas kasih cinta yang kau tanam di hati

            Ku biarkan semua waktu berlalu
Tanpa singgah menggubah hatiku yang pilu
Belai asa yang ku titipkan padamu
Menyingkap tabir rahasia yang samar sendu
Seperti puisi hijau yang berubah menjadi biru
Atau seorang aradea yang mengharap ratu

Ku tahu kasta kita berbeda
Apakah ini pembatas cinta kita?
Aku memang tak peduli dengan etika, estetika dan logika
Karena itu aku menjadi buta
Tuhan, apa ini perbuatan dosa?
Tapi apa daya, dihatiku hanya ada dia

            Izinkan aku mencium tanganmu
            Damaikan hatiku yang ragu
            Mengumbar senyuman yang teriring dengan lagu
            Walau engkau melati di seberang telaga biru
            Harum mu akan tercium dan ku ingat selalu
            Dan takkan terbesit cemas kau akan layu