Jumat, 14 Desember 2012

Bangkit

lirik &  lagu  : kang Imam Al-Jabluk 

Kamu-kamu yang ada
Dilema suatu prahara
Tak lepas dari wacana
Yang jadi problema

Setiap manusia
Hanya jadi perantara
Tergilas roda dunia
Menanggung derita

Jangan putus asa
Bangkit bangun cita-cita
Demi hidup kita
Yang lebih sempurna

Mimpi janganlah menjadi mimpi
Teruslah engkau berlari
Kejar jangan berhenti
Buktikanlah ke diri sendiri
Bahwa kau mampu membeli

Selasa, 06 November 2012

Untukmu yang Kini Sarjana

oleh : kang Imam Al-Jabluk

Sepotong roti kini telah dihabiskan
Oleh mu yang kini telah selesai dari kewajiban
Dan waktunya kini kau menikmati kemenangan
Apa yang telah selama ini kau taruhkan

Hampir tujuh tahun kita bersama
Dari mulai kita botak menjadi “maba”
Hingga kita menjadi angkatan yang paling tua
Bolos kuliah hanya sekedar merokok, ngopi dan nongkrongin wanita
Kadang “IP” diantara kita ada yang bernasib satu koma
Tetapi kita selalu menyikapinya dengan rasa cemas sambil tertawa-tawa
                                                             
Dan kini akhirnya engkau telah lebih dahulu diwisuda
Dan sekarang roti itu selisihnya tinggal tiga
Menanti-nanti akankah kami pun akan bisa menikmatinya juga?
Atau roti itu hanya akan menjadi basi dan kadaluarsa?
Maka dari itu, sisihkanlah untuk kami sedikit darimu sebuah doa
Agar kami mampu mencicipi apa yang kini kau rasa sebagai seorang Sarjana

O ya, maaf kami tak bisa memberimu seikat bunga
Namun hakikatnya munajat kami selalu bisa sampai engkau terima
Selamat bergabung dengan mereka yang berada di luar sana
Yang menggapai cita-cita untuk hidup yang lebih sempurna

Pesan dari kami,, 
jangan lupa kelak jika engkau pulang dari negeri angin di atas awan
Ceritakanlah kepada kami bahwa air laut itu asin, kawan.

Senin, 08 Oktober 2012

Khayalan Iblis


oleh : kang Imam Al-Jabluk


Hari ini kau begitu cantik
Bagai bunga ingin sekali rasanya ku petik
Seperti nada menyentuh telinga disetiap detik
Mengalun lagu ditemani angin kecil berbisik

Dikejauhan kau berjalan tertunduk sambil menggenggam handphone di tangan
Ku berharap sangat engkau akan mengirimku sebuah pesan
Yang mengajakku bertemu berduaan untuk berkencan
Lalu segera akan ku jawab, kemarilah aku di taman

Lalu akan ku tunggu kau dengan sabar sambil duduk-duduk di bangku
Bersiul-siul sambil memainkan asap rokok Dji Sam Soe
Dan tertawa-tawa sendiri membayangkan engkau yang tiba-tiba mencium pipiku
Haha.. Eh itu dia engkau datang juga diwalau sedikit tidak tepat waktu

Tak biasanya kali ini kau memakai baju putih bermotifkan abu-abu
Padahal warna kesukaanmu selalu saja ungu
Ah, tentu saja itu menambah manis disetiap senyummu
Dan ingin rasanya ku lumat habis bibirmu itu

Tak henti-hentinya ku pandangi wajahmu yang ayu
Sesekali ku lontarkan kata-kata pujian merayu
Dan kau hanya tersenyum menunduk tersipu malu
Di benak berharap kau memelukku dan berkata "menikahlah denganku".

Berlama-lama kita duduk berduaan di taman
Berbincang-bincang tentang secangkir anggur yang memabukkan.
Saat temaram di bawah setianya sinar rembulan,
Kau pun berbisik diakhir sebuah perbincangan,
"Bangunlah sayang, kau sudah terlalu lama diperbudak khayalan".


Jumat, 07 September 2012

SAMAR


oleh : kang Imam Al-Jabluk


Setelah pergi itu datang
kembalikan sirna yang telah hadir
jauh-jauh kini mendekat
memaksa ingat setelah lupa

Awan menggumpal namun tak kunjung hujan
hawa dingin menusuk kulit mencumbu langit
kehadirannya menjangkau jantung untuk berdebar
siapakah dia,,,siapakah dia,,,

Dia seperti ingin namun enggan
seperti mau namun ragu
seperti berangan namun sungkan
seperti punya hati namun tak berani

Apa yang terjadi?
semua itu seperti teka-teki
berputar-putar di kepala
membakar nafas yang dihela
rasa tak mampu lagi menduga
tafsir tak mampu lagi mengintip tabir

Seharusnya aku sadar dengan Qadar
dia ada namun dinyata maya
dia terasa namun dinyata hampa
seperti mekar namun kuncup
seperti mengalir namun tenang

Tuhan, jangan berikan aku pilihan
sebab aku tak bisa membaca samar
jika dia merah, tunjukkanlah merah
jangan beri aku abu-abu
kerana bias sering buat aku tertipu

Selasa, 14 Agustus 2012

Surat Cinta


 oleh : kang Imam Al-Jabluk


Di sudut kota yang jarang terkena sengatnya matahari,
di ujung lekukan indahnya warna-warni pelangi, 
aku menyaksikan fenomena yang menyeret hati untuk mengagumi.
Sekian lama berlayar, adakalanya dermaga sesekali disinggahi, namun
wewangi tanah di pagi hari betapa terasa asing di hidungku, dan
keterasingan itu pula memojokkan diriku dari ramah-tamah,
tatkala pandangan mata menggenggam sesosok rona 
dari raut seorang wanita.
Sering kali lidah ini ingin memuji, namun
kekaguman hanya bisa diurai melalui mangsi hitam 
dan bulu unggas yang menari di atas kertas.

Lalu surat ini pun bercerita di setiap alinea 
yang tak mampu ku ucap,
karena keterbatasan pada awal sebuah pertemuan.

Banyak kata-kata yang merasuk pikiranku, 
namun aku tak mampu merangkainya satu persatu.
Aku menulis surat bukan berarti aku menulis sajak,
sebab tidak ada darah pujangga yang mengalir di nadiku.
Ketahuilah, di setiap eja yang kutuangkan adalah gugusan kata-kata 
dari luapan selaksa rasa.
Dan suatu ketika aku berjalan ke arah utara, 
aku mendekati gemuruh yang mengumandangkan adzan 
diantara jedanya peperangan,
dan di tengah riuhnya para pengungsi yang keletihan, 
aku bertanya pada sekelompok kembara yang diikat kepalanya,
"dimanakah aku bisa menemukan pelita yang takkan ku temui temaramnya?",
mereka menjawab, "tentu pada alamat yang kau tuju dalam isi suratmu",
maka aku segera memperbaiki isi tulisanku pada surat ini.

Aku menulis surat bukan berarti aku tak mampu bicara,
sebab aku harus menemui etikanya,
yang memaksaku membunuh rasa malu,
karena keberanian membuatku telanjang di tengah keramaian,
segala busana hanya sekedar tabir penutup kelemahanku saja,
namun rasa gentar tetap saja merajamku, sebab
terlalu berdebar jantungku untuk menemuimu,
terlalu bergetar bibirku untuk berbicara denganmu,
dan terlalu takut ku sesali sebuah pertemuan 
yang selalu berakhir karena singkatnya waktu,
maka aku menulis surat ini untuk mewakili ucapanku.

Aku menulis surat bukan berarti untuk memuji atau bahkan menyupahi,
namun kegelisahan yang menuntunku untuk ingin mengenali,
sebab kekaguman tak mampu kutuliskan, tapi hanya bisa ku rasakan.
Ketika mata ini menerjemahkan perangaimu
yang tersusun dari elemen estetik yang saling berpadu, 
aku melihat kelembutan senyum pepindan Dewi Mayang Arum,
sorotan mata memanja pepindan Dewi Subadra,
dan rambut hitam semiran batu kali pepindan Betari Sri Widowati,
lalu semua itu bersatu menjadi wujud yang terlihat mahal di mataku.
Lalu sebesit ego pun berbisik,
ingin rasanya ku gubah dunia ini untuk menyempit dan semuanya berada disini,
hidup bertetangga bersama, agar aku bisa mengenal sosok sempurna
dari kesederhanaan yang susah-payah aku cari.

Aku menulis surat bukan berarti aku tak mau menampakkan jati diri.
Di setiap alinea sengaja aku tak memperkenalkan diri, sebab
segala misteri di tempat fana ini, walau sesekali bersembunyi tetap saja akan terbeli.
Layar yang tertiup bayu jika tak tenggelam akan terus berdiri melaju untuk menghampiri,
demi sang ratna elok yang mengejar angsa sambil berlari,
di tanah hijau yang menghampar luas lukisan para petani.
Dan ketika surat ini telah menyampaikan segala isi dalam hati,
maka aku harus menyudahi rajutan kata yang ku jabarkan tak seperti puisi ini,
aku berharap surat ini menjadi media komunikasi untuk berkonsolidasi.
Asa dalam hati, surat tak berhenti sampai disini.

Untukmu, sang betari pagi.
Dari aku, sang pelancong anak negeri.


~~ Garut, Juli 2012 ~~

Jumat, 02 Maret 2012

Kangen

 oleh : kang Imam Al-Jabluk

Hari Sabtu kau berkunjung ke rumahku
Kau ketuk-ketuk pintu, namun aku sedang tidak ada
Kau mencari tahu ke tetangga, mereka menyuruhmu datang lagi esok saja.

Hari Minggu kau kembali untuk bertamu
Kau ketuk-ketuk lagi pintu rumahku, namun aku masih tidak ada
Kau pun pulang dengan rasa kecewa dan meninggalkan pesan di atas meja.

Hari Senin yang tak ada angin namun udara hangat terbunuh dingin
Kau kembali dengan sedikit menggerutu sambil mengetuk-ngetuk pintu, namun aku masih belum juga ada
Lalu kau lihat pesanmu di atas meja yang masih belum ku baca, kau pun menggeleng-gelengkan kepala dengan beberapa nafas panjang yang kau hela.

Hari Selasa kau melihat jendela kamarku terbuka
Segera kau mendekat lalu tak ragu mengetuk pintu, namun jawabannya sama, aku belum juga ada
"Ada apa dengan dia? kesombongannya melebihi seorang raja", gumammu dalam kesal yang menyela.

Rabu dengan hati penuh ragu namun terbunuh oleh tebalnya rindu
Terburu-buru kau ketuk keras-keras pintu rumahku, dan jawabannya pun masih sama, aku masih belum kunjung ada
Sepertinya kesabaranmu sedikit mulai sirna, kau pun pulang dengan rona wajah merah menyala.

Kamis dengan sedikit gerimis, disela mendung dan sinar matahari yang hampir mulai habis
Kau tidak lagi mengetuk pintu, benakmu menduga sepertinya aku tidak akan pernah ada
Kau hanya berdiri didepan pintu sejenak lalu berlalu begitu saja dan tak pernah lagi kembali untuk selama-lamanya.

Hari Jumat, pintuku tak lagi tertutup rapat, rumahku kini ramai dikunjungi para pelayat
Tapi yang mereka lihat hanyalah aku yang sudah terbujur menjadi mayat
Sekarang aku benar-benar sudah tiada dan tidak akan pernah lagi ada
Namun sayang, sekarang giliran kau disini yang tak ada 
Dan berita ini pun tak pernah sampai  dan terdengar olehmu ditelinga
Biarlah duka ini tetap menjadi rahasia agar kau tak memberikanku titikan air mata
Biarlah aku menjadi seseorang yang selalu hidup dimatamu, dipikiranmu, dikehidupanmu, dihatimu...

Hanya seribu maaf yang tak terucap aku tujukan padamu, karena aku tak bisa datang untuk berkunjung ke rumahmu lagi, selamanya... 
Dan...
SAYONARA...

Kamis, 16 Februari 2012

Hmmm... Japan !!!


oleh : kang Imam Al-Jabluk

Hmmm... Japan !!!
Negrinya terlalu cukup untuk ku tuliskan menjadi sebuah puisi
Langitnya terlalu cukup untuk ku lukiskan diatas selembar kanvas
Kisahnya terlalu cukup untuk ku jadikan sebuah lagu

Hmmm... Japan !!!
Negriku jauh menyimpan sejuta ragam yang tak cukup kau bukukan
Langitku jauh lebih merah dari darahmu yang kau jatuhkan
Kisahku jauh lebih tajam dari samurai yang kau genggam


(sebuah komentar si penulis pada blog-nya Annisa Permatasari yang berjudul J.A.P.A.N)

Rabu, 15 Februari 2012

ISTRIKU

oleh : kang Imam Al-Jabluk

Istriku, kemarilah dan duduklah disini dekatku
Ceritakanlah bagaimana anakku hari ini? Apa dia menanyakanku? Dan apa kau menciumnya hari ini?
Berilah dia senyuman dan pelukan lalu sampaikanlah padanya bahwa didalam pelukanmu aku memeluknya juga

Istriku, peluklah aku juga, berikan aku juga ciuman seperti kau mencium anakku
Bukannya aku pamrih setelah lelah bekerja dan memintamu untuk membayarnya dengan kehangatan
Seharian aku mencari dunia diluar sana maka sekarang aku juga ingin merasakan lagi dunia darimu
Bermandikan peluh yang kita mainkan berdua sampai lelah mengantarkan kita pada mimpi-mimpi

Istriku, aku tak bosan menanyakan hal ini padamu setiap hari
Apa kau bahagia bersamaku?
Maaf bila ada keinginan yang tak mampu aku penuhi
Setidaknya aku berupaya walau yang didapat hanyalah syair yang tak jadi lagu

Istriku, pejamkanlah matamu
Maaf, aku bukan akan memberimu sebuah kejutan berupa kotak yang berisikan berlian atau seikat kembang seperti layaknya orang-orang
Tapi aku akan membisikkan padamu bahwa "aku sangat mencintaimu" lalu kan ku daratkan ciuman dipipimu

Istriku, seyogyanya kau senantiasa selalu berada pada kebahagiaan
Tapi kau pun tahu bahwa dunia pun memberikan istana dan bencananya
Agar kita tahu bahwa bagaimana mestinya kita merasakan hidup.
Kini yang kau miliki hanyalah aku dan anak sebagai bekal kita
Karena kita sekarang berada pada perjalanan pulang padaNya

Sudahlah, malam semakin larut
Pergilah tidur istriku, istirahatkanlah matamu
Karena esok pagi kau harus bangun untuk memberikan ku ciuman sebelum aku pergi bekerja
Selamat malam, istriku…

Rabu, 08 Februari 2012

WISUDAWAN


oleh : kang Imam Al-Jabluk

Nama tuan kini tertulis pada selembar kertas yang mereka sebut ijazah
Yang mereka berikan sebagai hadiah atas penyelesaian studi yang tuan tempuh dengan jerih payah
Tahun demi tahun semasa kuliah adalah darah yang tuan tuangkan dalam wadah yang tuan minum dengan air mata bersimbah
Hingga 6 tahun lamanya berlalu begitu saja dengan penuh titian langkah bersejarah
Telatah dengan penuh gelisah menjadi balada yang menggelabah
Segala keluh kesah kini berbuah gelar yang tuan sandang dengan toga yang tuan pakai sebagai jubah
Wah,,, alangkah bahagia dan bangganya orang tua tuan menjemput anaknya yang sarjana pulang ke rumah
Dan aku ingatkan kembali padamu tuan, bahwa ini bukan akhir dari perjuangan, perjuangan yang sebenarnya justru mulai hari ini, maka hendaklah tuan segera berbenah
Aku berpesan padamu tuan, sahabatmu adalah pejuang setiamu, janganlah menjadi air di daun seratah
Aku tahu sekarang tuan sarjana, aku tunggu darimu karya-karya fikrah yang berfaedah.
Selamat sarjana, genggamlah dunia yang tuan punya !!!


(sajak ini ditulis tanggal 8 Februari 2012 pada saat wisuda sarjana UNPAD gelombang II 2011/2012 yang dilaksanakan di Gedung Graha Sanusi UNPAD Jl. Dipati Ukur yang ditujukan untuk kawan-kawan para wisudawan angkatan 2006 yang diantaranya Khairizal Anwar, Irpan Saepuloh, Iva Sativa Martiana, Sani Abdul Karim, Wildan Ahmad Zaidan, Riski Sulistyo dan Daniel Beno Pangabean. Saya ucapkan selamat kepada para wisudawan)

Minggu, 01 Januari 2012

Tahun Baru dan Bayangan Wajahmu



oleh : kang Imam Al-Jabluk

Di tahun baru ini aku membayangkan wajahmu dan ingin sekali aku meminum darahmu, menggergaji lehermu, mengeluarkan isi perutmu lalu ku jual ke Rumah Sakit dengan harga tinggi dan seperempat uang hasil penjualannya aku masukkan ke dalam perutmu menggantikan isi perutmu yang ku jual lalu ku kembalikan mayatmu pada keluargamu.

Tapi, bila kau lolos dari cita-citaku itu, tunggulah bila kau menikah dengan pria lain dan kelak kau punya anak, tentu saja keinginanku akan ku culik anakmu lalu aku akan meminta tebusan padamu dengan uang, dan pabila kau tidak menghiraukannya akan ku gergaji lehernya, ku robek-robek perutnya, ku minum darahnya, ku jual isi perutnya ke Rumah Sakit dengan harga lebih tinggi dari isi perutmu dan seperempat uang hasil penjualannya aku masukkan kedalam perutnya menggantikan isi perutnya yang ku jual lalu ku kembalikan mayatnya padamu.

Atau mungkin saja aku rawat anakmu seperti anakku? Kita lihat saja nanti wahai wanitaku.