Jumat, 25 November 2011

Kiki Nur Fauziyah

oleh : kang Imam Al-Jabluk

Kiki, nama kecil yang terbawa hingga kau dewasa kini
Adalah gadis santri yang telah dipersunting oleh seorang laki-laki
Bahtera keluarga yang kau jalani, kau tata dan kau susun rapi
Tirai cinta yang kau bina adalah istana berdinding permata berenda pelangi
Subhanallah,,, sungguh pandainya dirimu menjadi seorang isteri
Tentu saja membuat hati ini menjadi iri

Adikku Kiki yang kini telah bersuami
Aku titip kepadamu, jangan pernah kau lupakan kami
Jangan kau putus temali silaturrahmi
Aku ingin kau berjanji menjaga persahabatan ini
Kini dan nanti.

Rabu, 23 November 2011

Tahukah Kau Ria?

oleh : kang Imam Al-Jabluk

Malam itu sapaan dinginnya kabut menusuk tulang yang terbalut
Irama gigi yang menggigil dan kulit yang mengerut
Membekukan hati yang gebalau nan kalut
Kemelut hidup bagai baju yang tak pernah rapi dan kusut
Menuntut raga menghibur diri dengan nyanyian-nyanyian bisu namun banyak keluar busa dari mulut
Obor-obor redup, kubangan lahar pun surut
Sejak saat itu tak ada lentera dan aku terkurung, hidupku berantakan bagai terlepas dari ikatan yang melekat di rambut

Sementara jarum jam pun masih menjelajahi angka-angka yang disukai rembulan…
Engkau yang bernama Ria hadir mengubah khayalan abstrak fikiran
Siluet-siluet kehidupan kini seperti begitu nampak

 Kehadiranmu membuyarkan isu-isu khayalan kosong mengisi kehidupan temaram yang panjang
Kini gugusan lamunan semua tertuju padamu seorang
Walau ku tahu mencintaimu berarti harus berperang
Berperang seperti mengulang kisah Ramayana yang bernaskah rumit dengan sekenario yang begitu panjang dan menantang.

Dan panji-panji pun membentang, saatnya aku harus pergi berjuang
Seakan berjuang menjalani drama yang diselimuti renda-renda keangkuhanku dimana aku bisa berubah menjadi seekor serigala bengis dan curang
Dan sewaktu-waktu aku bisa terbunuh oleh tajamnya tikaman anak panah dari bidikan panah ku yang berubah menjadi bumerang.

Ria, perasaanku selalu gelisah dan tak betah berada dirumah
Dindingnya tak mampu melindungi ku dari panas terik yang membakar kecemburuanku,
atapnya tak mampu melindungiku dari terpaan hujan deras yang membasahi tangisan kesedihanku,
dan kekokohannya tak mampu menyembunyikan ku dari terkaman serigala yang akan mencabik-cabik estetika moralku

Aku kan tetap menanti gugusan bintang paksina itu berjatuhan runtuh
Agar aku bisa meraih segudang harapan yang semuanya tertuju padamu
Ria, hanya kau lah yang dapat menolongku hijrah dari tempat perlindungan yang ku anggap asing ini

Ria, tuntunlah aku untuk menuju kehidupanmu yang begitu indah bagai surau kecil ditengah kolam yang mengalir dengan ikan-ikan yang berenang bermandikan susu

Tetapi Ria, aku bertanya kepadamu, kebenaran apa yang meyakinkanku untuk berdiri tegak berjalan dengan pasti menyeberang pada sebuah jembatan kusam nan rapuh yang terbuat dari bambu?
Ketika kucuri cintamu yang mungkin menjadi tabu
Yang kelak semua dosa-dosa akan datang menghampiriku
Yang harus ku telan walau dirasa ketir dan pilu

Lupakanlah…….

Sekalipun kau hanya mimpi ketika ku terjaga dan melahirkan realita-realita yang tidak nyata, Biarlah….
Kan kubiarkan semua asa yang semu nan maya itu menjadi segara
Kelak airnya akan membasuh hatiku yang membara
Ketika aku kehausan diperjalanan menjadi seorang kembara
Yang akan selalu ku sambangi sebagai syair pelipur lara

Tahukah kau ria?
Aku selalu menyibukkan diri dengan membuat sajak dan puisi
Walau setiap bait yang ku bacakan membuat orang menjadi tuli
Meski bukan pujian tapi kebencian yang kau luapkan aku tak peduli
Setidaknya semua itu jadi catatan yang tersimpan di naluri.


Ria, meski kau dan aku berada dirimba yang berbeda tapi kita satu dalam atap langit yang sama.
Mati hari ini, mati hari esok, terkubur dalam satu bumi

Sudah dulu ya Ria……

Bunga Anriztyas





Bunga, engkau adalah dara berumur dua-dua
Gadis berkacamata berkerudung jingga
Busana merah muda bangkitkan suasana gairah pria.
Etika tatakrama mu sangatlah lembut dan terjaga
Tutur bahasa yang terkata lembut bagaikan sutera
Keramahan setiap sapa seperti udara yang tersedia
Tak pernah memilah dan tak mengenal siapa saja
Tawarkan aroma citra cinta gema asmara
Mengisi setiap ruang kehidupan yang kosong nan hampa.
Celakanya, aku menghirupmu terlalu lama, Bunga
Kau memasuki rongga dada alirkan darah dalam raga
Jiwa ini terasa hidup dan bernyawa
Waaah,,, alangkah sejuk dan segar ku rasa
Dan kini kau masuk ke hati dan disanalah sekarang engkau berada
Namun aku tak berdaya Bunga,
Walau kau dihatiku tapi tetap saja aku tak mampu untuk menyentuh dan meraba
Tak apa lah, kan ku simpan kau dihati ini dan kan selalu ku bawa kau kemana aku merimba…


~~ kang Imam Al-Jabluk ~~

Selasa, 22 November 2011

Bunga Tak Bernama

oleh : kang Imam Al-Jabluk

Meniti jalan setapak
Menatap keadaan sesaat
Terdiam dan terpana kala kutemukan bunga diantara semak
Dalam benak berkehendak
Namun hati setengah bulat
Karena engkau berada diantara duri dan onak
Rintangan ku terlalu banyak
Mendorong hati berbuat jahat
Mengandalkan tipu muslihat
Demi mendapatkanmu dengan cara yang singkat
Tapi ku berfikir, setelah kau ku dapat
Apa engkau akan menerimaku kelak?
Aku takut semua menjadi kecewa dan ku hanya bisa meratap
Kesana-kemari dengan hati yang kalap
Percuma jauh-jauh ku sebrangi selat
Dengan menempuh ujian berat
Bukan permata yang ku dapat
Tetapi besi retak yang penuh karat

Sabtu, 05 November 2011

SAJAK PAK TUA

oleh : kang Imam Al-Jabluk

Pak tua, ada kala kutemukan kebenaran diantara dusta
Petuah bagai mutiara keluar dari mulut manis berbisa
Tak ada hinaan dan cercaan tapi kalimat pepatah yang terkata
Sungguh tak disangka keranda yang kau bawa kini berubah menjadi kereta kencana
Apa yang membuat semua serasa berbeda?
Apa karena hari-harimu sudah tua sehingga balada masa mudamu kini sudah tiada?
Atau kau saksikan teman-temanmu satu-persatu dipanggil Yang Maha Kuasa dan kini kau sendiri yang tersisa?

Haaa,,, aku selalu ingat dan tak pernah lupa pak tua, 
dimana engkau mempermainkan agama,
mencaci-maki sekedar untuk tertawa,
merendahkan para ulama,
sampai kau tampar muka orang tuamu yang sudah renta,
dan kau hanya tertawa sambil membusungkan dada serta berkata seakan kehidupan selanjutnya tak pernah ada dan manusia hanyalah sebuah boneka yang diatur untuk meramaikan dunia.
Astagfirullah... kau bersikap seakan semua dosa tak pernah ada, surga dan neraka hanyalah kiasan belaka.

Tetapi kini kau telah sadar pak tua
Kau hijrah dari telaga yang penuh lumpur dan bernoda
Coretan kehidupan kini kau isi dengan sajak yang penuh makna dan berharga
Kau sesali kehidupan lama dengan air mata dan do’a,
Aku berkata, tak perlu kau linangkan air mata pak tua
Sebab itu bukan jiwa seorang satria
Jangan kau lakukan sesuatu dengan terpaksa
Keikhlasan dan iringan do’a lah yang seharusnya kau jaga
Dosa dan pahala hanya Tuhan yang dapat menilai segala tingkah laku kita
Maka dari itu lakukanlah dengan taqwa dan percaya.

Selamat pak tua,
Semoga Tuhan selalu ada dimana sekarang engkau berada